Ketua Pengadilan Agama Kuala Kapuas, Muhamad Isna Wahyudi, menyampaikan khutbah jum’at di Masjid Agung Al Mukarram Amanah Kuala Kapuas, pada Jum’at 29 Januari 2021. Tema khutbah yang disampaikan pada kesempatan kali ini adalah seputar bagaimana sikap masyarakat seharusnya di tengah banyaknya bencana alam yang menimpa Indonesia saat ini. Isna Wahyudi menyatakan, umat Islam pada umumnya masih terkungkung pada pemikiran bencana alam adalah azab atau ujian dari Allah SWT. Ia mengajak umat Islam untuk merubah pemikiran seperti itu menjadi lebih kritis, sesuai dengan kaidah agama dan ilmu pengetahuan. Sebab menurutnya, dampak yang ditimbulkan bencana alam tidak hanya menimpa kelompok tertentu saja, tapi juga masyarakat secara luas.
Isna Wahyudi menyebutkan, bencana alam terdiri dari dua jenis, yang pertama adalah bencana alam yang terjadi tanpa disebabkan oleh perbuatan manusia, seperti gempa bumi akibat pergerakan lempengan tanah atau erupsi gunung berapi akibat aktifitas magma di perut bumi. Ia melanjutkan, bencana alam jenis selanjutnya adalah bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
“Eksploitasi terhadap sumber daya alam secara berlebihan tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan konservasi alam dapat menimbulkan bencana alam banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan pemanasan global. Bencana alam tersebut terjadi karena terdapat pelanggaran atas hukum alam atau sunnatullah yang dilakukan oleh manusia dan berdampak terhadap masyarakat luas, meski hanya dilakukan oleh segelintir orang. Oleh karena itu, sudah saatnya bagi kita untuk lebih memperhatikan bagaimana menjaga hubungan dengan lingkungan alam, salah satu dimensi dalam kehidupan yang sering diabaikan, selain hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan dengan diri sendiri” jelasnya.
Isna Wahyudi menambahkan, perlu untuk merumuskan fikih lingkungan sebagai solusi yang mengatur tata cara berinteraksi dengan lingkungan alam. Selain itu menurutnya, melalui fikih lingkungan juga akan menghasilkan rumusan bagaimana masyarakat bisa melakukan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana akibat hukum alam, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, yang ia sebut sebagai mitigasi bencana.
eRA/red.