E-Eksaminasi Sebagai Inovasi Untuk Meningkatkan Kualitas Hakim Peradilan Agama
Oleh: Ahmad Rafuan, S.Sy. (Hakim Pratama PA Kuala Kapuas)
PENDAHULUAN
Manusia sebagai individu makhluk sosial memiliki fitrah untuk selalu hidup berkelompok dan bersosial. Dalam kehidupan bersosial seringkali antara satu individu dengan individu yang lain memiliki kepentingan masing-masing yang berbenturan satu sama lainnya. Benturan kepentingan atau konflik tersebut harus diselesaikan, baik melalui penyelesaian secara litigasi maupun non-litigasi. Penyelesaian konflik secara litigasi adalah melalui pengadilan.
Proses penyelesaian perkara di pengadilan mengikuti alur yang telah ditentukan melalui hukum acara. Perkara yang masuk ke pengadilan akan diselesaikan melalui putusan oleh hakim yang memeriksa perkara tersebut. Putusan hakim merupakan produk pengadilan yang menjadi mahkota hakim. Putusan disebut sebagai mahkota hakim sebab keagungan dan kebesaran seorang hakim akan tercermin dari putusan yang dibuatnya. Selayaknya seorang hakim membuat putusan yang mampu menyelesaikan konflik antara para pihak dan mampu memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, putusan harus berisi alasan-alasan logis dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Untuk memastikan bahwa putusan yang dijatuhkan oleh hakim telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka sepatutnya setiap hakim memiliki integritas tinggi dan keilmuan yang memadai serta kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat. Diperlukan adanya mekanisme pengawasan serta pengujian terhadap putusan hakim sebagai wujud kontrol serta untuk meningkatkan kapasitas hakim dalam menyelesaikan perkara. Pengujian terhadap putusan hakim telah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, yang mana melalui mekanisme eksaminasi putusan. Adapun mekanisme eksaminasi putusan hakim telah diatur melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 1967.
Semakin berkembangnya teknologi, menuntut kemudahan dan kemajuan untuk semua proses peradilan, termasuk di antaranya adalah eksaminasi putusan hakim. Terlebih eksaminasi putusan hakim secara tradisional yang selama ini telah dilaksanakan masih dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan kemajuan teknologi. Menyikapi hal tersebut, Dirjen Badan Peradilan Agama di Mahkamah Agung pada tahun 2019 bergerak cepat untuk melahirkan inovasi-inovasi yang memanfaatkan perkembangan teknologi, salah satunya adalah eksaminasi putusan melalui aplikasi e-eksaminasi. Dengan adanya e-eksaminasi putusan, diharapkan kualitas putusan hakim di Pengadilan Agama dapat ditingkatkan dari segi kualitas dan juga integritas hakim. Berangkat dari hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk menulis paper yang berjudul “E-EKSAMINASI SEBAGAI INOVASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA”.
PERMASALAHAN
Bagaimanakah putusan hakim?
Bagaimanakah eksaminasi terhadap putusan hakim?
Bagaimanakah e-eksaminasi sebagai inovasi untuk meningkatkan kualitas putusan hakim Pengadilan Agama?
PEMBAHASAN
1. Putusan Hakim
Peranan hakim sebagai aparat kekuasaan kehakiman dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, pada prinsipnya adalah melaksanakan fungsi Peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan fungsi Peradilan ini, para hakim Peradilan Agama harus menyadari sepenuhnya bahwa tugas pokok hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan. Dalam setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim untuk mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara, perlu diperhatikan tiga hal yang sangat esensial dan menjadi tujuan hukum, yang selalu ingin diwujudkan secara integratif ke dalam putusan hakim, yakni keadilan sebagai keadilan dalam hubungannya dengan norma moral (gerechtigheit), kemanfaatan sebagai keadilan dalam hubungannya dengan norma sosial (zwachmatigheit), dan kepastian sebagai keadilan dalam hubungannya dengan norma hukum positif (rechtsec-herheit).[1] Ketiga hal tersebut harus mendapatkan porsi yang seimbang secara professional, meskipun secara praktik sangat sulit untuk diwujudkan. Hakim harus berusaha semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan mengandung asas-asas tersebut. Jangan sampai ada putusan hakim yang justru menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi pencari keadilan.
Apabila hakim telah memeriksa suatu perkara, ia harus menyusun putusan dengan baik dan benar. Putusan itu harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum[2], guna mengakhiri sengketa yang diperiksanya. Putusan hakim tersebut disusun apabila pemeriksaan sudah selesai dan pihak-pihak yang berperkara tidak lagi menyampaikan sesuatu hal kepada hakim yang memeriksa perkaranya.
Putusan adalah hasil atau kesimpulan hakim terhadap suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan matang. Sudikno Mertokusumo mengartikan putusan sebagai suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara atau sengketa antara pihak yang berperkara.[3]
Setiap putusan Pengadilan Agama harus dibuat oleh hakim dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh Hakim Ketua dan Hakim-Hakim Anggota yang ikut memeriksa perkara sesuai dengan Penetapan Majelis Hakim yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Agama, serta ditandatangani pula oleh Panitera Pengganti yang ikut sidang sesuai Penetapan Panitera.[4] Apa yang diucapkan oleh hakim dalam sidang haruslah benar-benar sama dengan apa yang tertulis, dan apa yang dituliskan haruslah benar-benar sama dengan apa yang diucapkan dalam sidang pengadilan.
Dalam putusan yang bersifat perdata, hakim wajib untuk mengadili semua tuntutan sebagaiman tersebut dalam surat gugatan.[5] Hakim dilarang menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut[6], kecuali apabila hal-hal yang tidak dituntut itu disebutkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (hak ex-officio hakim).[7]
Ketika menyusun putusan, hakim harus memperhatikan tiga tahapan penting dalam memeriksa dan mengadili perkara untuk kemudian menyusun putusan, yakni mengkonstantir, mengkualifisir, baru kemudian mengkonstituir.[8] Mengkonstatir sendiri adalah tahap dimana hakim melihat untuk membenarkan ada tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Untuk memastikan hal tersebut, maka diperlukan pembuktian, dan oleh karena itu hakim harus bersandarkan pada alat-alat bukti yang sah menurut hukum. Dalam tahap konstatir ini kegiatan hakim bersifat logis, dan penguasaan hukum pembuktian bagi hakim sangat dibutuhkan.[9] Selanjutnya adalah tahap mengkualifisir, dimana hakim menilai peristiwa konkrit yang telah dianggap benar-benar terjadi itu, termasuk hubungan hukum apa atau yang bagaimana atau menemukan hukum untuk peristiwa-peristiwa tersebut. Jika peristiwanya sudah terbukti dan peraturan hukumnya jelas dan tegas, maka penerapan hukumnya akan mudah, tetapi jika tidak jelas atau tidak tegas hukumnya, maka hakim bukan lagi harus menemukan hukumnya saja, tetapi hakim harus menciptakan hukum yang tentu saja tidak bertentangan dengan keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan.[10] Tahapan terakhir adalah mengkonstituir, yakni hakim menetapkan hukumnya terhadap peristiwa tersebut dan memberi keadilan kepada para pihak yang berperkara.
2. Eksaminasi Putusan Hakim
Hakim dengan kemerdekaannya bertanggung jawab untuk memberi putusan yang bermutu.[11] Ketua Kamar Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2013, Dr. H. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H., melalui suratnya Nomor II/TUAKA/AG/VII/2013 tertanggal 17 Juli 2013 Perihal Kajian Putusan Peradilan Agama, memberikan kriteria mengenai putusan yang bermutu di lingkungan Peradilan Agama, yakni:[12]
- Tertata dengan baik;
- Runtut;
- Sistematis;
- Tidak mengandung term-term yang multi tafsir;
- Mengandung kejelasan;
- Mengandung pembaruan hukum Islam.
Untuk menjamin konsistensi hakim dalam menyusun putusan yang bermutu terhadap setiap perkara, diperlukan adanya pengawasan dan pengujian yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap hakim-hakimnya. Pengawasan dan pengujian terhadap putusan hakim tersebut sebisa mungkin tidak mengurangi kemandirian hakim, sebagaimana jaminan peraturan, bahwa hakim tanpa tekanan dan intervensi pihak lain dapat menyusun putusan sesuai keyakinannya.[13] Pengujian tersebut disebut sebagai eksaminasi. Eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan Hakim apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Mekanisme eksaminasi putusan hakim telah diatur melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1967, yakni:[14]
Alur proses eksaminasi:
- Putusan tingkat banding dieksaminir oleh Mahkamah Agung;
- Putusan tingkat pertama dieksaminir oleh Pengadilan Tingkat Banding dan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama
Eksaminasi adalah mengenai:
- Secara sekaligus tiga perkara perdata dan tiga perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap;
- Hingga kini telah diselesaikan sebagai Hakim Tunggal oleh yang bersangkutan, khusus putusan-putusan dimana dimuat pertimbangan-pertimbangan yang terperinci (untuk lebih lanjut dapat dinilai), perkara-perkara mana dapat dipilih oleh Hakim yang bersangkutan sendiri.
- Eksaminasi pada pokoknya mengandung penilai tentang tanggapan Hakim yang bersangkutan terhadap surat gugatan, pembuatan berita acara persidangan, dan susunan serta isi putusannya;
- Hasil eksaminasi berupa hasil penilaian dan kesimpulannya diberikan catatan dan petunjuk mengenai kesalahan, kekhilafan atau kekurangan yang mungkin terdapat dalam pemeriksaan dan/atau penjelasan masing-masing perkara itu;
Hasil penilaian eksaminasi yang dijalankan oleh:
- Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus pada Pengadilan Tingkat Pertama, segera dikirim ke Mahkamah Agung;
- Ketua Pengadilan Tingkat Pertama terhadap perkara-perkara yang diputus Hakim di lembaganya, segera dikirim ke Pengadilan Tingkat Banding di wilayahnya dan ditembuskan ke Mahkamah Agung.
- Dalam menjalankan eksaminasi, masing-masing Ketua Pengadilan Tingkat Banding/Pengadilan Tingkat Pertama dapat dibantu oleh wakilnya atau Anggota/Hakim dalam lingkungan yang berpengalaman/cakap.
Putusan-putusan pengadilan yang dieksaminasi atau diuji adalah putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) yang dianggap mengandung; (1) kontroversi, (2) memiliki social impact yang tinggi, dan (3) menjadi perhatian dunia internasional (international image).
3. E-Eksaminasi Sebagai Inovasi Meningkatkan Kualitas Putusan Hakim Pengadilan Agama
Saat ini belum ada mekanisme untuk mengetahui kualitas putusan hakim. Biasanya untuk mengetahui kualitas putusan hakim dalam jumlah banyak hanya bisa dilakukan dengan cara penelitian yang membutuhkan waktu lama, biaya yang banyak, dan hasilnya pun masih sangat terbatas. Dengan kuantitas satuan kerja pengadilan di seluruh Indonesia yang cukup besar (412 pengadilan tingkat pertama, 29 Satker tingkat banding) dengan banyaknya jumlah hakim menjadi tantangan tersendiri bagi Ditjen Badilag untuk memetakan kualitas putusan dan berkas perkara serta kemampuan teknis administrasi yustisial hakim Peradilan Agama di Indonesia. Selama ini, terdapat kendala yang dialami Ditjen Badilag ketika ingin mengetahui dan melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas putusan hakim, karena ketidaktersediaan data kualitatif yang seharusnya dapat dikuantitatifkan tersebut. Meskipun MA sudah mempunyai basis data putusan pengadilan dalam Direktori Putusan, namun belum punya mekanisme dalam mengolah data tersebut menjadi suatu penilaian kualitatif. Ditjen Badilag akan melakukan eksaminasi silang terhadap putusan hakim tingkat pertama, dimana putusan hakim tingkat pertama akan dieksaminasi oleh 3 (tiga) hakim tinggi yang bertugas di wilayah hukum pengadilan tinggi agama yang berbeda.
Perkembangan teknologi semakin memudahkan manusia dalam berbagai bidang, tidak terkecuali bidang hukum. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama bergerak cepat dalam pemanfaatan kemajuan teknologi melalui peluncuran 9 (Sembilan) aplikasi sebagai inovasi di lingkungan Peradilan Agama, melalui Surat Dirjen Badilag Nomor 3396/DJA/OT.02.1/VII/2019 menginstruksikan kepada setiap Badan Peradilan Agama sebagaimana surat tersebut untuk melaksanakan uji coba implementasi terhadap 9 (Sembilan) aplikasi inovasi tersebut. Di antara 9 aplikasi tersebut, salah satunya adalah e-eksaminasi. E-eksaminasi merupakan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi proses pelaksanaan eksaminasi putusan hakim.
Efisiensi eksaminasi putusan hakim melalui e-eksaminasi antara lain:
- Dari segi waktu, akan menghemat banyak waktu pelaksanaan eksaminasi, sebab seluruh data hakim, putusan, hasil penilaian menggunakan aplikasi;
- Dari segi sumber daya eksaminator;
- Sebagai data awal dalam rencana pengembangan kebijakan, diklat, serta promosi dan mutasi hakim.
Adapun fungsi dari e-eksaminasi antara lain:[15]
- Meningkatkan profesionalisme hakim, baik dari segi teknis yuridis maupun administrasi perkara;
- Mendapatkan bahan masukan berupa fakta dan data pelaksanaan hukum formil dan materiil oleh hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara;
- Mendorong hakim untuk meningkatkan integritas, kredibilitas dan profesionalisme dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara;
- Mendapatkan bahan pemetaan kompetensi dan pemerataan komposisi hakim di lingkungan Peradilan Agama;
- Mendapatkan bahan pembinaan yang lebih tepat sasaran guna penyusunan perencanaan peningkatan kompetensi hakim dalam bentuk bimbingan teknis dan pendidikan serta pelatihan.
Aplikasi e-eksaminasi akan menghimpun putusan hakim tingkat pertama melalui Direktori Putusan, kemudian setiap putusan akan dicek kelengkapan data perkaranya melalui aplikasi SIPP, kemudian dieksaminasi oleh tiga orang hakim tinggi di wilayah hukum pengadilan tinggi agama yang berbeda, proses ini dilakukan secara anonim, artinya hakim tingkat pertama yang dieksaminasi tidak mengetahui siapa yang melakukan eksaminasi, hal ini untuk menjaga objektifitas proses eksaminasi. Aplikasi ini adalah sebuah sistem evaluasi dan penilaian secara elektronik terhadap penerapan hukum formil dan materiil oleh seorang hakim dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. E-Eksaminasi merupakan sistem yang dapat memberikan informasi dan pemetaan terhadap kompetensi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, sehingga dapat digunakan sebagai data awal dalam rencana pengembangan kebijakan, diklat, serta promosi dan mutasi.
Mekanisme dalam pelaksanaan e-eksaminasi adalah sebagai berikut:[16]
- Peserta yang akan dieksaminasi adalah Hakim tingkat pertama di lingkungan Peradilan Agama;
- Berkas perkara yang akan dieksaminasi adalah berkas yang disidangkan dalam waktu 1 (satu) tahun terakhir, yang diperiksa dengan acara kontradiktoir;
- Proses pemilihan berkas perkara dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
-
- Mengambil data Hakim yang akan dieksaminasi;
- Memilih berkas perkara yang disidangkan oleh Hakim yang bersangkutan;
- Memilih Hakim Tinggi eksaminator, dengan ketentuan 3 orang Hakim Tinggi dari Pengadilan Tinggi Agama yang berbeda;
- Ditjen Badilag menentukan jadwal eksaminasi, kemudian memberitahukan kepada Hakim yang berkas perkaranya akan dieksaminasi dan Hakim Tinggi Eksaminator.
- Memerintahkan Hakim yang perkaranya akan dieksaminasi untuk mengupload berkas perkara melalui aplikasi e-eksaminasi;
- Memerintahkan Hakim Tinggi yang telah ditunjuk untuk melakukan eksaminasi berkas perkara melalui aplikasi dalam batas waktu yang ditentukan;
- Untuk mengakses aplikasi e-eksaminasi, pengguna mengarahkan browser ke alamat https://simtalak.badilag.net/login;
- Login sesuai dengan user dan password yang telah diberikan oleh Ditjen Badilag;
- Akses pengguna secara umum dibagi menjadi 3 tingkatan: Pertama, akses Hakim yang berkas perkaranya dieksaminasi; Kedua, akses Hakim Tingkat Banding selaku eksaminator; dan Ketiga, Ditjen Badilag selaku pemilik aplikasi;
- Hakim yang berkas perkaranya dieksaminasi mengupload berkas elektronik Bundel A dan Putusan ke aplikasi e-Eksaminasi;
- Untuk mengirimkan dokumen Bundel A dan Putusan, klik tombol Upload, lalu klik area yang ditandai dengan warna merah untuk mencari file Bundel A dan Putusan, atau dapat dengan melakukan drag and drop;
- Setelah kedua file dilakukan upload, klik Ubah;
- Selesai tugas Hakim tingkat pertama yang akan dieksaminasi.
PENUTUP
Kesimpulan
Putusan adalah hasil atau kesimpulan hakim terhadap suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan matang. Putusan juga diartikan sebagai suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara atau sengketa antara pihak yang berperkara.
Eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan Hakim apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat. Mekanisme eksaminasi putusan hakim telah diatur melalui SEMA Nomor 1 Tahun 1967.
Adapun fungsi dari e-eksaminasi antara lain: 1) Meningkatkan profesionalisme hakim, baik dari segi teknis yuridis maupun administrasi perkara; 2) Mendapatkan bahan masukan berupa fakta dan data pelaksanaan hukum formil dan materiil oleh hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara; 3) Mendorong hakim untuk meningkatkan integritas, kredibilitas dan profesionalisme dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara; 4) Mendapatkan bahan pemetaan kompetensi dan pemerataan komposisi hakim di lingkungan Peradilan Agama; dan 5) Mendapatkan bahan pembinaan yang lebih tepat sasaran guna penyusunan perencanaan peningkatan kompetensi hakim dalam bentuk bimbingan teknis dan pendidikan serta pelatihan.
Saran
- Menerapkan e-eksaminasi kepada seluruh lembaga Peradilan Agama di seluruh Indonesia;
- Mempelajari dan memahami mekanisme e-eksaminasi, terutama karena berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi;
- Meningkatkan profesionalisme dan integritas dalam memeriksa dan mengadili perkara serta dalam menyusun putusan;
- Menyusun putusan terhadap setiap perkara yang memiliki argumen yang kuat dan mengadili setiap tuntutan/gugatan, serta menghindari adanya putusan yang sumir.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arto, A. Mukti, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Arto, A. Mukti, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan (Buku Kesatu), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
Harahap, M. Yahya, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, cet. 5, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, cet. 8, Jakarta: Kencana, 2016.
Mappiase, Syarif, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, cet. 2, Jakarta: Kencana, 2017.
Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perpsektif Hukum Progresif, cet. 4, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Pelaksana Lainnya:
Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR), Reglemen Indonesia Yang Diperbarui
Kompilasi Hukum Islam.
Pedoman Penerapan Aplikasi Unggulan Ditjen Badilag Tahun 2019.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura (R.Bg).
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1967.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
FOTENOTE
[1]Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, cet. 2, Jakarta: Kencana, 2017, h. 4.
[2]Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
[3]Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, cet. 8, Jakarta: Kencana, 2016, h. 306.
[4]Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal.62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Lihat juga: M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, cet. 5, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 323.
[5]Pasal 178 ayat (2) HIR/Pasal 189 ayat (2) R.Bg.
[6]Pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) R.Bg.
[7]Pasal 41c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam.
[8]Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perpsektif Hukum Progresif, cet. 4, Jakarta: Sinar Grafika, 2018, h. 54-57.
[11]A. Mukti Arto, Penemuan Hukum Islam Demi Mewujudkan Keadilan (Buku Kesatu), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017, h. 246.
[12]A. Mukti Arto, Pembaruan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, h. 3.
[13]Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi “Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya”.
[14]Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1967.
[15]Pedoman Penerapan Aplikasi Unggulan Ditjen Badilag Tahun 2019, h. 12-13.
[16]Pedoman Penerapan Aplikasi Unggulan Ditjen Badilag Tahun 2019, h. 35-37.
Pelantikan Sekretaris Baru Pengadilan Agama Kuala Kapuas Selanjutnya